Cerita Masa Kecil
Menangisi anak musang dimakan anjing
Sewaktu masih balita, mungkin umur 3 tahunan begitu, sebelum adik saya yang kedua (perempuan) lahir pada 1963, saya diberi anak musang oleh teman ayah (saya lupa nama beliau). Dalam bahasa bali musang disbut 'lubak', anaknya disbut 'panak lubak'. Kami masih tinggal di rumah kebun (dalam bahasa bali rumah kebun disebut 'kubu', tinggal di rumah kebun disebut 'ngubu'), tepat di bagian tengah lahan tegalan milik kakek (dari pihak ibu). Di rumah kebun itu terdapat bangunan utama (meten) tempat tinggal kakek dan nenek dan bangunan lain tempat tinggal ayah, ibu, dan adik pertama saya (perempuan). dari kecil, sejak adik pertama saya lahir, saya ikut tidur dengan kakek dan nenek di rumah meten, bukan di rumah yang ditinggali bapak dan ibu saya.
Yang namanya rumah pada saat saya kecil adalah bangunan beratap alang-alang (bahasa Bali disebut 'lalang'), berdinding anyaman bambu (bahasa Bali disebut 'bedeg'), dan berlantai tanah berdebu. Ketika malam, anak musang saya bawa ke dalam kamar, saya letakkan di dalam bakul dengan diberi alas kain bekas. Ketika bangun keesokan harinya, saya menemukan anak musang sudah tidak ada di dalam bakul. Bakul sudah tidak pada tempatnya. Saya lihat pintu terbuka sehingga saya pikir anak musang lari keluar mencari induknya. Saya cari ke sana ke mari tetapi tidak bertemu juga. Siang harinya baru nenek memberitahu bahwa anak musang sudah dimakan anjing karena semalam pintu tidak dikunci. Saya pun hanya bisa menangis ... Menyaksikan kakek mengukir
Kakek saya, selain sebagai petani, adalah juga seorang tukang. Bukan sembarang tukang, tepatnya dia adalah seorang 'undagi' atau arsiteknya orang Bali. Sebagai 'undagi', kakek saya tentu saja mengerti 'asta kosala kosali', filsafat artistektur orang Bali. Karena pengetahuannya itu, kakek saya ikut dalam pembangunan pura di banjarnya, banjar Bungbungan. Pura yang ikut dibangun oleh kakek adalah Pura Dalem, yang terletak di pinggir bagian selatan wilayah banjar. Saya tidak tahun kapan itu terjadi, tetapi saya sering ikut nenek setiap siang membawakan makan siang untuk kakek. Setelah itu saya akan menemani kakek mengukir sampai sore. Saya diijinkan kakek untuk ikut mencoba mengukir, tetapi karena saya masih kecil maka yang saya lakukan hanya menancapkan pahat ukir ke batu padas potongan sisa. Selebihnya saya hanya ikut menyaksikan. Saya ikut pulang bersama kakek.
Saya masih ingat ketika itu kakek mengukir Gedong Penyimpenan, sebuah bangunan tempat menyimpan pratima pura (benda keramat pura). Kakek mengukir dua buah patung rangda yang sangat besar yang kemudian ditempatkan di sebelah kanan dan kiri pintu Gedong Penyimpenan. Di dinding bangunan kakek mengukirkan rangkaian cerita. Ketika saat-saat hari sembahyang piodalan, saya sering melihat-lihat ukiran rangkaian cerita itu, tapi saya tidak mengerti. Setelah saya sekolah SMP dan mendapat pelajaran bahasa Bali dengan materi pelajaran cerita Ramayana, saya baru tahu kalau itu adalah cerita Ramayana. Sekarang bangunan yang diukir kakek saya itu sudah tidak ada, sudah diganti dengan bangunan baru yang tidak berukir. Saya tidak mengerti alasannya, mengapa bangunan yang sebenarnya masih kokoh harus diganti dengan yang baru. Padahal saya merasa lebih khusuk sembahyang di pura dengan bangunan lama, sepanjang masih baik. Kalaupun diganti, seharusnya dipugar, bukan dihancurkan dan diganti dengan sesuatu yang lebih baru. Kalau saja bangsa Perancis mempunyai mentalitas yang sama dengan mentalitas kita, menara Eifel pasti sudah tidak ada karena sudah diganti dengan menara baru yang lebih tinggi dan lebih hebat. Dan juga bangsa Amerika pasti sudah mengganti patung Liberty dengan yang lebih besar. Ayah Membuat Nira Enau untuk Membeli Beras
Di tahun enampuluhan kekurangan bahan makanan bukan hal yang aneh di Indonesia, juga di kampung saya.
Bersama Kakek ke Hutan
Ladang Padi dan Gunung Agung Meletus
Bersekolah Bertelanjang Kaki
Paceklik dan Ubi Kayu
Wayan Kantor dan Pelajaran Matematika
Dituduh Gerombolan Pencuri
Menukar Dakocan dengan Buku Bhagavad Gita
Pohon Ara dan Suara Ular
Kalah Diadu English Conversation
Mencuri Mangga Lagi
|
|