Dosen: Pekerjaan berdos-dos, gaji satu sen
Dosen sebenarnya pekerjaan mulia: menyiapkan generasi muda menjadi pemimpin di masa depan. Tetapi menjadi dosen juga memerlukan hati mulia: bersedia bekerja berdos-dos dan tidak harus mengeluh digaji satu sen. Ini menurut teman saya, sedangkan bagi saya: semua pekerjaan mempunyai risiko, termasuk risiko bergaji kecil. Maka, meski harus mengajar, meneliti, dan mengadi, semua saya jalani apa adanya. Sebab saya sudah memilih (atau mungkin terlanjur?) menjadi dosen sehingga saya harus bisa menjadi dosen yang bertanggung jawab. Saya berusaha mengajar dengan baik, meneliti dengan tekun, dan mengabdi dengan tulus, meskipun yang bisa saya capai masih jauh dari semua itu.
Tugas Tambahan
Selain tugas pokok mengajar, meneliti, dan mengabdi, dosen masih mempunyai tugas tambahan: menjadi pejabat di lingkungan perguruan tinggi. Disebut tugas tambahan, tetapi dalam kenyataannya banyak dosen menjadikannya sebagai pekerjaan lebih uatama dari mengajar, meneliti, dan mengabdi. Bahkan di kampus saya, ada dosen yang tidak pernah lepas dari tugas pekerjaan tambahan ini: lepas dari jabatan yang satu pindah ke jabatan yang lain. Maklum, meskipun namanya tugas tambahan, menjadi pejabat di lingkungan perguruan tinggi memang lebih menjanjikan daripada menjadi dosen biasa yang hanya mengerjakan tugas utama. Menurut Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2007, besar tunjangan tugas tambahan bergantung pada jabatan yang diduduki dan jabatan fungsional dosen yang menduduki jabatan tugas tambahan tersebut. Seorang guru besar yang menjabat sebagai rektor mendapat tunjangan tugas tambahan Rp 5.500.000,-; sebagai pembantu rektor/dekan Rp 4.500.000,-; sebagai pemnatu dekan/ketua sekolah tinggi/direktur politeknik/direktur akademi Rp 3.325.000,-; sebagai pembantu ketua/pembantu direktur Rp 1.800.000,-. Untuk jabatan fungsional yang lebih rendah, tunjangan tugas tambahan yang diberikan juga tentu saja lebih rendah. Tetapi perlu dicatat, untuk mendapat tunjangan tugas tambahan rektor seorang dosen minimal harus mempunyai jabatan fungsional lektor kepala. Demikian juga dengan tugas tambahan lainnya, masing-masing mempunyai batas jabatan fungsional terendah masing-masing. Bila yang menduduki jabatan tidak mempunyai jabatan fungsional terendah sebagaimana yang ditentukan maka tentu saja tunjangan harus diberikan oleh perguruan tinggi sesuai dengan kemampuan perguruan tinggi yang bersangkutan. Meskipun tunjangan tugas tambahan tersebut masih jauh lebih rendah dari gaji anggota dewan, tentu memang menggiurkan dibandingkan dengan hanya menjadi dosen biasa. Lebih daripada itu, tugas tambahan ini bisa berarti kekuasaan.
Berapa Gaji Seorang Dosen Biasa?
Gaji seorang dosen universitas negeri diatur sesuai dengan aturan penggajian pegawai negeri fungsional. Artinya, selain gaji pokok sesuai dengan pangkat/golongan dan masa kerja, juga mendapat tunjangan fungsional. Menurut Lampiran Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2011, gaji pokok PNS golongan terendah (Ia) dengan masa kerja golongan 0 tahun adalah Rp 1.175.000 sedangkan gaji pokok PNS golongan tertinggi (IVe) dengan masa kerja golongan tertinggi (32 tahun) adalah Rp 4.100.000. Golongan terendah dosen adalah IIIa dengan masa kerja 0 tahun sehingga gaji pokok terendah yang diterima dosen adalah Rp 1.902.300,- Menurut Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2007, tunjangan fungsional dosen untuk jabatan fungsional Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala, dan Guru Besar adalah masing-masing Rp. 375.000,-; Rp 700.000,-; Rp 900.000,- dan Rp 1.350.000,-. Selain mendapat gaji pokok dan tunjangan fungsional, seorang dosen juga memperoleh tunjangan profesi
Mengajar
|
Meneliti
|
Mengabdi
|